Kekeringan Lumajang, Periode Habis Cak Doktor Bupati dan Ironi Irigasi | Beritaviral

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
Pasang Iklan Anda Disini
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Lumajang - Air menerobos keluar dengan deras dari bawah pasangan bronjong di sisi Barat dan Timur sungai Kaliasem tepatnya di sebelah Utara jembatan Gambiran, Kelurahan Rogotrunan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu pagi itu, 16 September 2024. 

Nurhadi, 50 tahun, nan baru turun dari motornya langsung melangkah menuju Dam Gambiran dan mengecek bagian bawah pintu air. Petani Desa Boreng, Lumajang ini hanya bisa mondar-mandir sembari sesekali memandang ke bawah sungai. 

Bronjong sepanjang kurang lebih 40 meter itu sedianya untuk membendung aliran air dari sungai nan membelah pusat kota Lumajang ini. Dengan ketinggian tertentu, air bakal mengalir ke Dam Gambiran nan kemudian diteruskan ke saluran-saluan irigasi untuk mengairi lebih dari 300 hektare sawah di Lumajang. 

Namun kebocoran mengakibatkan air tak kunjung bisa mencapai ketinggian untuk bisa menimbulkan tekanan dan mengalirkannya ke pintu air dam Gambiran. 

Nurhadi mempunyai dua areal sawah nan berada di Desa Boreng dan Kelurahan Rogotrunan. Tanah seluas separuh nan berada di Desa Boreng dia tanami Jagung. Sementara tanah seluas 1,5 hektare nan berada di Kelurahan Rogotrunan ditanami padi.  

Ia mengatakan sejak kurang lebih tiga tahun lalu, ketika tanggul jebol, lahan pertaniannya nan berada di Desa Boreng tidak mendapatkan pasokan air dari saluran irigasi. Sementara lahannya nan berada di Suko tidak mendapat pasokan air irigasi lantaran ada pembenahan saluran atas.

Menurut dia banyak petani nan kudu mengeluarkan biaya ekstra untuk mengairi sawah. "Mereka kudu beli mesin diesel untuk menyedot air. Harganya bisa sampai Rp 4 juta. Kemudian membikin sumur, nan jasa pembuatannya bisa mencapai Rp 1 juta. Belum lagi biaya bahan bakar minimal Rp 200 ribu sehari penuh," ujar Nurhadi.

Bambang Subakir, pengurus Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Desa Boreng. Subakir menyayangkan ihwal kebocoran dam bronjong nan mengakibatkan air tidak bisa mengalir ke dam Gambiran. Masyarakat dan petani Desa Boreng dan Blukon nan menerima dampaknya.

"Air terbuang percuma sementara kami di bawah mengalami kekeringan,"kata Bambang berkeluh kesah.

Selanjutnya: Sawah di dua desa mengalami krisis air

Sawah di dua desa itu mengalami krisis air. Sumur-sumur milik masyarakat nan biasa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari juga menjadi kering lantaran tidak mendapat resapan air lantaran saluran irigasi tidak lagi mendapat aliran air dari Dam Gambiran. 

Kondisi seperti ini sudah berjalan selama tiga tahun terakhir setiap kemarau. Sejumlah upaya nan dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan itu tidak kunjung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Boreng dan Blukon. 

Kondisi nan tak berakhir ini mendapat sorotan tajam Achmad Nurhuda, tokoh masyarakat setempat. Salah satu tokoh pemuda Nahdlatul Ulama jebolan Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton nan biasa disapa Gus Mamak ini mengritik keras ketidakberesan pemerintah dalam menangani persoalan nan menurutnya cukup sederhana untuk diatasi.  

"Pemerintah tidak serius dalam penanganan irigasi pertanian nan kemudian berakibat pada lebih dari 300 hektare sawah di Lumajang," ujar Mamak ditemui TEMPO di rumahnya di Gang Wahab, Kelurahan Rogotrunan, Sabtu siang, 16 September 2023.

Mamak mengatakan ratusan hektare sawah nan tidak mendapatkan air dari saluran irigasi itu berakibat pada perekonomian. "Seperti kondisinya sekarang ini ketika sekian tahun mereka tidak bisa bertani menanam padi, otomatis pasokan dari hasil pertanian bakal berpengaruh terhadap rantai pasokan beras nan sekarang mulai mahal," ujar Gus Mamak menambahkan.

Mamak mengatakan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani masalah irigasi terlihat dari perencanaan anggaran. "Penanganan musibah kekeringan ini semestinya menjadi prioritas nan kudu didahulukan," ujarnya.

Ia juga mempertanyakan urusan teknis pembangunan dam nan bakunya hanya kurang lebih 300 hektare itu saja tidak beres. "Informasi nan kami dapatkan juga bahwa propinsi mau untuk sharing anggaran. Kalau sharing sebenarnya bisa dimanfaatkan," katanya. 

Ada beberapa anggaran nan sebenarnya juga bisa diserap seperti anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Dialokasikanlah ini agar terpenuhi kebutuhan masyarakat itu, jadi tidak terkesan asal-asalan," katanya.

Iklan

Mamak juga menyoroti kelemahan perencanaan dalam menangani persoalan kekeringan ini. "Saya melihatnya bahwa proses penanganannya ini seperti tidak ada perencanaan. Tiba-tiba membangun pakai slang, tiba-tiba ada genset,"katanya.

Demikian pula dengan pembangunan dam bronjong. "Seperti kami, juga tidak tahu siapa nan menyarankan membangun dam bronjong. Itu membuang-buang duit," kata Mamak.

Ia memperkirakan ketika terjadi banjir lagi, dam bronjong tersebut berpotensi bakal jebol lagi. "Menurut kami ini seperti salah perencanaan. Saya tidak tahu apakah di PU ini tidak ada orang pintar. Maaf, saya menganggapnya seperti itu. Saya minta tolong. nan serius lah menjaga negeri ini. Sebagai petani terdampak dan juga pemerhati, kami mau pemerintah serius," katanya.

Selanjutnya: Pembangunan Dam permanen tidak menjadi prioritas
  • 1
  • 2
  • Selanjutnya

powered by Free-Counters.org