Liputan6.com, Baduy - Sebanyak 121 warga Baduy memasang wajah penuh minta saat menunggu kartu BPJS Kesehatan perdana mereka.
Warga budaya dari Baduy Dalam maupun Baduy Luar, Desa Kanekes, Banten sekarang semakin banyak nan mempunyai kartu BPJS Kesehatan.
Kartu BPJS Kesehatan ini diberikan secara simbolis oleh Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes RI Bayu Tedja Muliawan. Dan Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan David Bangun.
Menurut Bayu, masyarakat Baduy Luar dan Dalam totalnya ada 9.297 jiwa. Warga nan sudah terdaftar Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah 6.196 jiwa. Sementara penduduk nan aktif dalam keanggotaan ada 4.602 jiwa.
Semua penduduk Baduy, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam digolongkan sebagai penerima support iuran (PBI).
Artinya, mereka bisa mendapat jasa BPJS Kesehatan tanpa perlu bayar iuran bulanan namalain gratis.
Dari total peserta JKN nan aktif, 4.005 di antaranya adalah PBI nan iuran BPJS Kesehatannya ditanggung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dan 587 lainnya merupakan PBI nan ditanggung Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Peserta JKN nan aktif di Desa Kanekes ini ada 4.602 juta jiwa. 4.005 PBI APBN dan 587 PBI APBD,” kata Bayu dalam aktivitas penyerahan kartu JKN KIS di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Selasa (26/9/2023).
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini
Upaya Pemerataan Akses Layanan Kesehatan bagi Masyarakat Adat
Di hadapan masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar, Bayu menerangkan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) sudah mempunyai program agunan kesehatan nasional. Program ini sudah dimulai sejak 2014, di mana kepesertaan wajib pada 2024 ditargetkan 98 persen alias sekitar 276 juta jiwa dari total masyarakat Indonesia.
“Sesuai dengan prinsip JKN, diharapkan program ini dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Ini salah satu pendorong untuk mengupayakan kepesertaan bagi masyarakat Baduy,” terang Bayu.
Tujuannya, lanjut Bayu, agar masyarakat Baduy dapat merasakan akses kesehatan nan sama dengan masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Baik akses terhadap pelayanan primer di puskesmas maupun akses jasa rujukan di rumah sakit jika diperlukan.
Guna mencapai angan tersebut, Kemenkes menjalin kerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), BPJS Kesehatan dan pihak mengenai lainnya.
“(Tujuannya) untuk melakukan ekspansi kepesertaan dari masyarakat desa budaya nan pada hari ini dilaksanakan bagi masyarakat Baduy di Desa Kanekes ini.”
Masyarakat Baduy adalah salah satu penduduk desa budaya nan belum seluruhnya terdampak oleh jasa kesehatan modern. Maka dari itu, beragam masyarakat budaya di seluruh Indonesia didorong untuk menjadi peserta program JKN dengan sistem pengusulan sebagai peserta penerima support iuran alias PBI APBN. Bisa pula melalui sistem masyarakat nan didaftarkan oleh pemerintah wilayah alias nan disebut PBI APBD.
Tanggapan Warga Baduy Dalam
Acara penyerahan kartu BPJS Kesehatan dilakukan di Binong Raya. Ini merupakan pintu masuk ke Baduy Dalam.
Salah satu penduduk Baduy Dalam nan karib disapa Ayah Mursyid menyambut baik upaya pemerintah dalam pemerataan akses jasa kesehatan.
Menurutnya, ini adalah upaya nan sangat penting. Sementara, untuk teknis pelaksanaannya dia berambisi pemerintah dan penduduk Baduy bisa saling menghargai.
“Ini sangat penting, adapun kelak teknisnya kudu bisa menghargai,” ujar Ayah Mursyid.
Pria kelahiran 1970 itu menambahkan, Binong Raya adalah akses terdekat ke penduduk Baduy Dalam. Maka dari itu, dia berambisi agar di Binong Raya dibangun akomodasi kesehatan bagi penduduk Baduy.
“Kalau ke puskesmas, ke rumah sakit itu saudara-saudara kami di Baduy Luar. Kalau kami nan di Baduy Dalam kami ada satu kendala, kami dilarang naik mobil.”
Seperti diketahui, masyarakat Baduy Dalam memegang teguh budaya istiadat. Salah satu nan tak boleh dilanggar adalah larangan untuk menaiki kendaraan seperti mobil.
“Harapan saya, pemerintah, menteri, dan jejeran terkait, di tempat ini (Binong Raya) agar kengkap. Ada sarana prasarana, akomodasi kesehatan. Apa mau rumah sakit, apa akomodasi kesehatan lain.”
Dia mencontohkan, ketika ada penduduk nan sakit alias kena musibah seperti dipatuk ular, maka mereka kesulitan untuk membawa ke faskes nan terlampau jauh. Ini membikin pasien meninggal di perjalanan.
Tanggapan Kemenkes RI
Mendengar angan Ayah Mursyid, Bayu sebagai perwakilan Kemenkes RI memberi tanggapan.
Menurutnya, untuk meningkatkan akses mayarakat pada akomodasi kesehatan, Kemenkes punya sasaran setiap satu kecamatan mempunyai satu puskesmas.
“Target kami di 2024 semua kecamatan itu punya satu puskesmas.”
Sementara, untuk memperluas cakupan puskesmas maka ada puskesmas pembantu (pustu) dan posyandu.
“Di Desa Kanekes ini sudah ada 6 titik posyandu. Ini untuk memperluas jangkauan dari puskesmas. Sehingga, masyarakat bisa mendapatkan jasa promotif dan preventif mulai dari posyandu,” jelas Bayu.
Tenaga kesehatan di puskesmas dan obat pelayanan dasar pun dilengkapi secara berjenjang hingga 2024.
“Dan jika ada permintaan soal penanganan bisa ular itu kita bisa lengkapi di puskesmas. Jadi itu secara berjenjang nan kita lakukan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan,” pungkasnya.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4582593/original/071517800_1695208609-20230920-Demo_Pekerja_NHS-AFP_1.jpg)